Ketika sampai di
terminal kereta, bus pengganti kereta sudah menunggu. Saat ini rel
kereta dari Stavanger ke Sandnes sedang diperbaiki, oleh karena itu, para
penumpang kereta diangkut dengan bus ke Sandnes.
Kupastikan tidak
terlambat, kucek lagi ticket kereta, berangkat jam 7:30. Aku punya waktu
5 menit, tidak lama tapi cukup untuk membeli permen karet sebagai teman dalam
perjalananku. Aku bergegas ke toko di stasiun membeli permen karet.
Terdengar pengumuman
dari pengeras suara bahwa penumpang diminta untuk segera naik ke bus masing
masing. Aku naiki tangga bus dan menyapa supirnya dan menunjukkan tiket kereta sebagai bukti aku penumpangnya. Aku tidak banyak membawa bekal dalam
perjalananku ini, hanya sebuah tas dan koper kecil yg sudah di masukkan dalam
bagasi di bus.
Bus berjalan pelan
menuju ke Sandnes, perjalan ini tidak lama, hanya lebih kurang 30 menit, dengan
beberapa kali bus harus jalan sangat perlahan mengikuti deretan mobil di
depannya. Pagi begini adalah memang jatah macet, demikian juga sore hari saat jam pulang kantor. Keadaan ini tidak hanya pada jalan biasa, jalan
tol-pun pada pagi hari saat para pekerja berangkat ke kantor dan sore saat jam pulang kantor juga macet.
Tidak ada yg bisa
diharap dari keadaan ini selain harus sabar. Untuk memotong kendaraan yang di depan sangat sangat jarang terjadi, manalagi jalan jalan di stavanger dan bisa
dibilang hampir seluruh jalan jalan di Norwey hanya pas pas saja. Yang disaluti
dari pengendara adalah kesabarannya dan tidak tan tin ton membunyikan klakson
di jalanan yg macet begini apalagi sampai memotong dan menyalip kendaraan di depan..
---
Di kereta
Tiba di Sandnes langsung
aku masuk ke dalam kereta sudah menunggu. Kupilih tempat duduk di
barisan paling belakang. Walaupun sebenarnya bukan nomor bangku-ku, tapi karena tidak banyak penumpang, aku putuskan untuk duduk di belakang.
Kuletakkan kopor kecilku
ruang bagasi di atas tempat dudukku, dan kugantung jaket dan tas tanganku di
gantungan sebelah tempat dudukku. Ku coba melirik ke kiri ke kanan kalau kalau
ada orang orang yg ku kenal dan bisa aku ajak ngobrol dalam perjalan ini.
Aku pergi ke Oslo
menjemput temanku yg datang dari Indonesia, ini perjalan pertamanya ke Norwey.
Aku tidak tahu kenapa dia cCuma sampai ke Oslo, padahal aku sudah jelaskan aku
tinggal di Stavanger. Tapi tidak jadi masalah bagiku, manalagi aku sedang
liburan. Perjalan ke Oslo sudah sering aku lakukan dengan kereta. 8 jam
dalam perjalan bukan waktu yg pendek, bagiku mengasyikan juga. Biasanya dalam
perjalanan aku luangkan waktu untuk menulis dan hasilnya selama perjalanku ke
Oslo sudah 2 buku aku terbitkan.
Tiupan peluit
menyadarkan lamunanku. Kereta merangkak pelan dan pasti, melaju melewati
deretan toko toko yg ada di sepanjang perjalan masih di kota Sandnes, dan lambat
laun keluar menuju daerah perladangan, melewati satu dua buah rumah petani dan
melewati gundukan gundukan salju yg turun semalam yang masih tersisa di tanah.
Kunikmati setiap apa
saja yg berlalu dihadapanku, pohon pohon yg saling kejar kejaran. Di langit
kulihat sebuah pesawat tinggi di atas langit biru, lambat sekali seolah olah
tidak bergerak, padahal sebenarnya lajunya cukup luar biasa. Ternyata mata kita
tidak mampu menangkap kecepatannya, mata kita memang terbatas.
Kereta terus
bergerak menuju ke arah Oslo melewati beberapa kota kota kecil dan berhenti
pada tiap kota besar yg dilalui. Dari sejak berangkat hanya beberapa orang saja
yg naik, nampaknya memang agak sepi pada musim ini.
Paradis.
Di Bryne kota yg lumayan besarnya setelah kota Klepp, kereta berhenti agak lama. Kota yg teretak beberapa kilo meter dari Sandnes tempat
yang sering aku kunjungi saat liburan.
Seorang wanita dengan
pakaian seadanya naik dan lalu duduk di sampingku. Aku tidak melihat ada
penumpang lain selain dia. Dalam keadaan sedingin ini hanya memakai baju setipis itu. Akh..aku coba palingkan wajahku agar dia tidak merasa
diperhatikan.
Untuk basa basi, aku sapa, agar dia tidak beranggapan aku sedang memperhatikannya. Dia menjawab
sapaanku dengan suara yg sangat pelan sekali. Ada getaran dalam suaranya, aku
menangkapnya jelas. Bibirnya biru dan badannya kulihat menginggil.
Tak lama datang
kondektur memeriksa tiket, dia menyerahkan tiketnya dan kemudian setelah
mengecek, kondektur menyerahkan kembali dan berlalu dengan sebelumnya
mengucapkan terima kasih dan ucapan selamat dalam perjalanan ”God tur”. Gadis
itu tersenyum kecil sambil membalas ”Takk”, dan mengambil tiketnya kembali,
menyimpannya di kantong baju tipisnya.
Aku pura pura tidak
memperhatikan ketika dia mulai menaikan kaki nya ke bangku, dipeluk kedua
pahanya erat erat, benar benar kedinginan. Aku merasa getaran dibangkuku, dia
menggigil kedinginan. Kuberanikan utk menyapanya dan kutawarkan jaketku
padanya. Dia tersenyum dan mengambil jaketku dan memakainya.
Berangsur angsur kulihat
dia sudah mulai tenang tidak nampak mengigil lagi, aku bangkit bangun dari
tempat dudukku dengan sedikit beringsut diantara tempat duduk keluar menyusuri
lorong lorong kereta menuju ke kantin kereta api.
Aku pesan dua gelas
coklat panas dan du potong kue. Setelah membayar bergegas aku kembali ke tempat
dudukku. Dari jauh ku lihat gadis itu masih disana memeluk lututnya dan jaketku
masih di badannya.
Ketika kusapa dia agak
sedikit terkejut..
Ku-berikan kakao panas
dan sepoting muffin kepadanya, dia ambil dan mengatakan ”Takk”. Diminumnya
kakao dan dia memandangku sejenak, ”Takk” ucapan itu keluar dari mulutnya yg
masih membiru. Aku hanya tersenyum saja dan membalas ucapan terima kasihnya
”vær så god” .
Dia minum beberapa
tegukan kakaonya dan muffin yg tadi ditangannya sudah tinggal sedikit lagi.
Dikunyahnya perlahan lahan, sambil dikuti dengan selukan kakao. Aku lihat
begitu dinikmatinya, atau lebih cocok jika dikatakan nampak dia agak lapar.
Aku memberanikan diri
membuka percakapan dengannya. Kutanya namanya. ”Jeg heter Paradis”. ”Jeg heter
Cupu” kataku. Memperkenalkan nama adalah biasa saat kita berjumpa, hal ini
memudahkan utk berkomunikasi, dari pada memanggil dengan sebutan bapak atau
ibu, kakak atau adik. Sebutan ini tidak dipakai dalam keseharian di sini. Orang
setua apapun kalau bukan orang tua atau dalam lingkungan hubungan famili tidak
akan menyebutkan gelar gelar seperti itu. Paling dengan menyebut namanya saja.
”Mau kemana”. Tanyaku.
”ke oslo”, jawabnya pelan. ”Kalau begitu kita satu tujuan” kataku lagi. Dia
hanya mengangguk. Ku lihat matanya lelah, biru dikelopak matanya menandakan dia
tidak banyak tidur atau kelelahan yg sangat.
”Jika kamu lelah,
tidurlah” kataku. Dia hanya menagangguk. Lalu aku ambil bacaan ku dalam tas,
dan aku mulai membaca, dan membiarkan dia mulai menutup matanya utk tidur.
Perlahan kereta api
menyusuri beberapa terowongan yg gelap, dan suara kereta yg awalnya nampak
berisik, kini kunikmati sebagai suara musik yg mengiringi bacaanku. Menikmati
suasana begitu tergantung dari apresiasi kita sendiri, khayalan dan keinginan
untuk membuat semua menjadi hiburan. Sama halnya ketika hujan, tetesan air yg
jatuh dilantai rumahku yg bocor, aku khayalkan sebagai suara detak jarum jarum,
jam malam ditengah keheningan, menuliskan beberapa puisi dari tetes air hujan
membuat penuh lembaran akhir buku puisiku bulan ini.
Tiba tiba badanku merasa
berat, kulihat kepala gadis itu sudah menempel dipundakku. Dia sudah lelap
tertidur, fikirku. Akh..biar saja, sayang di lelah kali, fikirku
Tapi aku tidak mendengar
suara nafasnya...apakah dia ?? aku mulai curiga, karena kurasakan kepalanya
terasa dingin di bahuku.
Aku beranikan diri untuk
memanggilnya. ”Paradis!”, setelah beberapa kali aku menyadari ada yang tak
beres. Lalu aku goyangkan badannya, ternyata dia tidak bergerak. Tak berfikir
lama, aku teriak minta pertolongan. Tak lama datang kondektur menanyakan kepada
ku apa yg terjadi. Lantas aku katakan keadaan gadis itu, dia tidak bergerak dan
pingsan.
”Kontak medis” kataku.
Lalu dengan hp-nya masinis itu mulai menghubungi yang kusebutkan. Tak lama
datang kondektur dan masinis, kereta pun sudah berhenti. Aku tidak tau dimana.
----
Suara ambulan meraung
raung ketika melewati rumah rumah disepanjang jalan. Kenderaan menyisih
kesamping mendengar raungan ambulan. Kecepatan ambulan tidak aku perdulikan
lagi, padahal aku sebenarnya takut dengan kendaraan kencang.
Aku di dalam ambulan itu
juga, beberapa perawat mulai berusaha menyadarkan gadis ini. Mereka bilang dia
sudah siuman, namun detak jantungnya sangat lemah. Mereka akan membawanya ke
rumah sakit terdekat untuk medapatkan bantuan segera.
Kubaca pada papan nama
rumah sakit. ”Kristiansand Sykehus”. Ternyata aku sudah di KRISTIANSAND,
berarti perjalan ku sudah setengahnya menuju Oslo. Dari Kristiansand ke Oslo tinggal 4 jam
lagi. Sementara aku masih kebingungan dengan apa yg terjadi.
Ada apa dengan
gadis ini..?
Kalut
Aku dipanggil oleh
dokter untuk ikut dengannya ke kantor. Lorong lorong rumah sakit mengingatkanku
20 tahun yg lalu saat aku diinapkan karena sakit yg aku sendiri tidak tau apa.
Dokter tidak pernah mengatakan kepada orang tuaku penyakit yg jelas. Yang pasti
aku terdampar di rumah sakit hampir satu bulan lamanya. Setiap hari aku terima
suntikan dan obat yg aku harus minum tiga kali sehari. Yg aku ingat suntikan
itu utk penyakit typus, tapi sementara gejala gejala penyakit typus tidak ada
padaku. Aneh memang ..tapi begitulah..apakah hanya sebagai terapi....atau
sebagai bahan percobaan ..??
Dokter menyalami ku
dengan memperkenalkan nama dan profesinya. Aku membalas dengan mengatakan
namaku. Selanjutnya dia tanya tentang gadis tersebut, mengenai nama dan alamat
serta hubungannya denganku. Aku ceritakan hal yg sebenarnya tentang perjalanku
dan perkenalan ku dengan gadis itu.
Dokter meminta izin
kepadaku setelah mendengarkan penjelasanku itu. Dokter itu kembali lagi tidak
lama setelahnya.
Dokter menjelaskan
padaku bahwa gadis itu lari dari rumah sakit. Dia adalah pasien dari rumah
sakit di stavanger. Dia mengidap penyakit kanker otak. Dokter menjelaskan juga
kepadaku bahwa rumah sakit tidak tahu alasan mengapa dia melarikan diri dari
sana. Menurut dokter di stavanger umurnya tidak lama lagi dengan penyakitnya
itu.
Aku terkejut mendengar
penjelasan dokter itu. Dokter melihat keterkejutanku. Dia memintaku untuk tidak
mengatakan apa apa pada gadis itu. Aku mengangguk menyetujuinya.
Setelah itu dokter memintaku
untuk ikut dengannya ke ruangan tempat gadis itu dibaringkan.
---
Kritis
Ketika kumasuki
kamarnya, kulihat paradis tergeletak di tempat tidur tanpa daya. Dia memandang
ku, tanganya mengisyaratkan agar aku datang mendekatinya. Masker oksygen masih
di mulutnya. Kulihat infus bergantungan di samping tempat tidur, satu selang
kecil menghubungkan botol infus, mengalirkan tetesan tetesan melalui jarum di
pergelangan tangannya. Masker oksigen dibuka, dia tersenyum. ”Takk” katanya
lemah.
Dokter memeriksa beberapa
saat keadaannya dan menanyakan beberapa pertanyaan, dan setelah itu dokter dan
perawat itu pergi.
---
Aku tidak bisa
menyembunyikan kerisauanku. Aku mencoba tersenyum semanis manisnya. Aku coba
menenangkannya. ”Er du ok ? ”; Dia jawab ”ja”.
Aku katakan padanya agar
dia tenang saja, aku akan menjaganya. Dia hanya mengangguk kecil. Dia memintaku untuk
mendekatinya. Kupindahkan kursi ku lebih dekat dengan kepalanya. ”Kamu baik”
katanya. ”Kamu tolong aku walau kamu tidak mengenalku”.
Aku hanya bilang ini
adalah kewajiban sebagai manusia, dan agamaku mengajarkannya begitu. Dia
bertanya kepadaku tentang agamaku. Lalu aku jawab bahwa aku seorang muslim.
Lantas dia bilang bahwa
dia tidak mengakui siapa siapa, dia tidak memeluk agama apapun. Walau dia dengar
ayahnya dulu adalah penganut kristen, namun mereka tidak aktif pada acara acara gereja. Pada akhirnya
mereka mengikuti trend banyak org yg lebih tidak beragama daripada sibuk dengan
urusan urusan agama.
---
Aku melihat matanya sayu
dan menutup seperti hendak tidur. Namun bibirnya terbuka seakan mengisayaratkan
sesuatu. Aku perhatikan dengan perasaan sedih, tapi tetap ku usahakan senyuman
di bibirku agar dia tidak bertambah kuatir dengan keadaannya.
Dia bertanya kepadaku
tentang kematian. Aku mencoba menjawab pertanyaannya bahwa kematian adalah
sebuah pintu untuk memasuki dunia lain, yaitu alam kubur. Lantas
dengan suara pelan sekali dia bertanya tentang masalah akhir dunia dan akhir manusia (kematian). Aku menjawab bahwa dunia ini suatu saat akan berakhir, seperti halnya manusia juga. Kematian adalah cara akhir manusia di dunia ini dan akan menjalani kehidupan lain setelah itu yg paling baik yaitu surga atau yang paling buruk yaitu neraka.
”Aku tidak percaya
paradis (surga)”; katanya. Lalu aku bilang padanya, namanya adalah paradis yg
artinya surga sudah tentu pasti ada sesuatu dibalik nama itu.
Dia mengangguk dan
mengatakan bahwa neneknya yg memberi nama itu. Dan dulu pernah neneknya
menceritakan tentang paradis ketika masih kecil.
”Apakah aku akan masuk
paradis?”; tanya dia. Aku terdiam sejenak untuk memberi jawabnya, karena aku
tahu bahwa menurut agamaku orang musyrik tidak akan masuk surga. Karena ALLAH swt bis amemaafkan dosa apa saja kecuali menyekutukan tuhan (syirik). Aku menjawab bahwa semua
tergantung kepada Allah swt orang masuk surga atau tidak, tetapi menurut kitab
suci Alqur’an bahwa org musyrik tidak masuk surga.
Dia lantas bertanya
kepadaku. ”Apakah jaminan bahwa aku akan masuk surga?”. Aku menjawab jaminannya
adalah kamu mempercayai Allah swt adalah satu satunya tuhan yg patut disembah
dan Muhammad saw adalah RasululNya. ”Hanya itu”; tanyanya. ”Ya. Hanya itu”;
kataku. Dia tersenyum, senyum yg paling manis yg pernah aku lihat sejak itu.
Lantas dia memanggilku
agar lebih dekat lagi, dia berbisik, ”Aku mau masuk surga, tolong beri aku
garanti itu”. Lalu aku katakan padanya, ucapkanlah kata kata ini. Lalu aku
menuntunnya mengucapkan kalimat ”Laaillaha illallah, Muhammad rasulullah”,
dengan sangat perlahan, sehingga dia dapat mengikutinya. Dan dia mengucakannya dengan terbata bata ketika aku ulang berberapa kali dengan artinya juga.
Aku mengucapkan syukur
yg tiada terkira, dan hampir saja aku menjerit mengucapkan ”Allahu akbar”,
namun cepat aku sadari keadaan sekelilingku, bukan di tempat yg tepat.
---
Subhanallah
”Kemarilah, aku ingin
kamu menguruskan aku, jika aku pergi”; kata katanya begitu lemah. Matanya tidak
dapat tertahan terbuka, menutup dengan sendirinya, tetapi nafasnya masih satu
persatu.
Melihat itu aku tekan
tombol panggilan di dinding. Tak berapa lama datang dokter dan 2 orang perawat.
Lalu secepatnya mereka membantu paradis dengan memasukkan selang oksigen ke
dalam hidungnya, dan perawat menyuntikan obat di pergelangan tangannya.
Nafasnya mulai normal,
dia melihatku dan meminta aku untuk tetap di sampingnya. Tangannya meraba raba
meminta untuk dipegang. Lalu aku pegang tangannya, dingin semakin dingin. Dia
mengatakan padaku ”Aku lari dari rumah sakit, aku ingin lari dari kematian”.
”Tetapi sejak sekarang aku tidak takut lagi”; suaranya begitu pelan.
Aku ucapkan kalimat
”Allah”, ”Allah” berulang kali di telinganya dengan lembut. Dia mengikutinya
perlahan , perlahan dan akhirnya hilang.
---
Dokter masih disampingku
memegang puls tangan paradis, dia menggeleng menatapku.
Tidak terasa butiran
butiran air yang jarang sekali ku tumpahkan, kini tertumpah dengan deras di
depan seorang saudari muslimku.
Semoga Allah swt
memberikannya tempat yg terbaik. Bukankah janji Allah swt melalui Rasulullah saw
bahwa jika akhir kalimatnya kalimat toybah maka ganjarannya adalah surga.
---
Akhir..
Aku mengurus semua
pelaksanaan jenazahnya dari pengurusan di rumah sakit dan urusan kepolisian
tentang surat kematiannya. Dalam 2 hari akhirnya aku dapatkan kepastian bahwa
dia dapat dikuburkan di perkuburan muslim.
Semoga paradis
mendapatkan tempat sesuai dengan namanya. Amin.
Kosa kata :
Takk = terima kasih
Vær så god = silahkan/ sama sama
Er = apakah / adakah (tobe dlm bhs Inggris)
Du = kamu
Jeg = saya
Heter = nama
God = baik
Tur = perjalanan
Tur = perjalanan