15 Maret 2012

Catatan perjalanan (Paradis)


Fil:Stavanger station depature.jpgKetika sampai di terminal kereta, bus pengganti kereta sudah menunggu. Saat ini rel kereta dari Stavanger ke Sandnes sedang diperbaiki, oleh karena itu, para penumpang kereta diangkut dengan bus ke Sandnes.

Kupastikan tidak terlambat, kucek lagi ticket kereta, berangkat jam 7:30. Aku punya waktu 5 menit, tidak lama tapi cukup untuk membeli permen karet sebagai teman dalam perjalananku. Aku bergegas ke toko di stasiun membeli permen karet.

Terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwa penumpang diminta untuk segera naik ke bus masing masing. Aku naiki tangga bus dan menyapa supirnya dan menunjukkan tiket kereta sebagai bukti aku penumpangnya. Aku tidak banyak membawa bekal dalam perjalananku ini, hanya sebuah tas dan koper kecil yg sudah di masukkan dalam bagasi di bus.

Bus berjalan pelan menuju ke Sandnes, perjalan ini tidak lama, hanya lebih kurang 30 menit, dengan beberapa kali bus harus jalan sangat perlahan mengikuti deretan mobil di depannya. Pagi begini adalah memang jatah macet, demikian juga sore hari saat jam pulang kantor. Keadaan ini tidak hanya pada jalan biasa, jalan tol-pun pada pagi hari saat para pekerja berangkat ke kantor dan sore saat jam pulang kantor juga macet.

Tidak ada yg bisa diharap dari keadaan ini selain harus sabar. Untuk memotong kendaraan yang di depan sangat sangat jarang terjadi, manalagi jalan jalan di stavanger dan bisa dibilang hampir seluruh jalan jalan di Norwey hanya pas pas saja. Yang disaluti dari pengendara adalah kesabarannya dan tidak tan tin ton membunyikan klakson di jalanan yg macet begini apalagi sampai memotong dan menyalip kendaraan di depan..
---
Di kereta

Tiba di Sandnes langsung aku masuk ke dalam kereta sudah menunggu. Kupilih tempat duduk di barisan paling belakang. Walaupun sebenarnya bukan nomor bangku-ku, tapi karena tidak banyak penumpang, aku putuskan untuk duduk di belakang.

Kuletakkan kopor kecilku ruang bagasi di atas tempat dudukku, dan kugantung jaket dan tas tanganku di gantungan sebelah tempat dudukku. Ku coba melirik ke kiri ke kanan kalau kalau ada orang orang yg ku kenal dan bisa aku ajak ngobrol dalam perjalan ini.

Aku pergi ke Oslo menjemput temanku yg datang dari Indonesia, ini perjalan pertamanya ke Norwey. Aku tidak tahu kenapa dia cCuma sampai ke Oslo, padahal aku sudah jelaskan aku tinggal di Stavanger. Tapi tidak jadi masalah bagiku, manalagi aku sedang liburan. Perjalan ke Oslo sudah sering aku lakukan dengan kereta. 8 jam dalam perjalan bukan waktu yg pendek, bagiku mengasyikan juga. Biasanya dalam perjalanan aku luangkan waktu untuk menulis dan hasilnya selama perjalanku ke Oslo sudah 2 buku aku terbitkan.

Tiupan peluit menyadarkan lamunanku. Kereta merangkak pelan dan pasti, melaju melewati deretan toko toko yg ada di sepanjang perjalan masih di kota Sandnes, dan lambat laun keluar menuju daerah perladangan, melewati satu dua buah rumah petani dan melewati gundukan gundukan salju yg turun semalam yang masih tersisa di tanah.

Kunikmati setiap apa saja yg berlalu dihadapanku, pohon pohon yg saling kejar kejaran. Di langit kulihat sebuah pesawat tinggi di atas langit biru, lambat sekali seolah olah tidak bergerak, padahal sebenarnya lajunya cukup luar biasa. Ternyata mata kita tidak mampu menangkap kecepatannya, mata kita memang terbatas.

Kereta terus bergerak menuju ke arah Oslo melewati beberapa kota kota kecil dan berhenti pada tiap kota besar yg dilalui. Dari sejak berangkat hanya beberapa orang saja yg naik, nampaknya memang agak sepi pada musim ini.

Paradis.

Di Bryne kota yg lumayan besarnya setelah kota Klepp, kereta berhenti agak lama. Kota yg teretak beberapa kilo meter dari Sandnes tempat yang sering aku kunjungi saat liburan.

Seorang wanita dengan pakaian seadanya naik dan lalu duduk di sampingku. Aku tidak melihat ada penumpang lain selain dia. Dalam keadaan sedingin ini hanya memakai baju setipis itu. Akh..aku coba palingkan wajahku agar dia tidak merasa diperhatikan.

Untuk basa basi, aku sapa, agar dia tidak beranggapan aku sedang memperhatikannya. Dia menjawab sapaanku dengan suara yg sangat pelan sekali. Ada getaran dalam suaranya, aku menangkapnya jelas. Bibirnya biru dan badannya kulihat menginggil.

Tak lama datang kondektur memeriksa tiket, dia menyerahkan tiketnya dan kemudian setelah mengecek, kondektur menyerahkan kembali dan berlalu dengan sebelumnya mengucapkan terima kasih dan ucapan selamat dalam perjalanan ”God tur”. Gadis itu tersenyum kecil sambil membalas ”Takk”, dan mengambil tiketnya kembali, menyimpannya di kantong baju tipisnya.

Aku pura pura tidak memperhatikan ketika dia mulai menaikan kaki nya ke bangku, dipeluk kedua pahanya erat erat, benar benar kedinginan. Aku merasa getaran dibangkuku, dia menggigil kedinginan. Kuberanikan utk menyapanya dan kutawarkan jaketku padanya. Dia tersenyum dan mengambil jaketku dan memakainya.

Berangsur angsur kulihat dia sudah mulai tenang tidak nampak mengigil lagi, aku bangkit bangun dari tempat dudukku dengan sedikit beringsut diantara tempat duduk keluar menyusuri lorong lorong kereta menuju ke kantin kereta api.

Aku pesan dua gelas coklat panas dan du potong kue. Setelah membayar bergegas aku kembali ke tempat dudukku. Dari jauh ku lihat gadis itu masih disana memeluk lututnya dan jaketku masih di badannya.

Ketika kusapa dia agak sedikit terkejut..
Ku-berikan kakao panas dan sepoting muffin kepadanya, dia ambil dan mengatakan ”Takk”. Diminumnya kakao dan dia memandangku sejenak, ”Takk” ucapan itu keluar dari mulutnya yg masih membiru. Aku hanya tersenyum saja dan membalas ucapan terima kasihnya ”vær så god” .

Dia minum beberapa tegukan kakaonya dan muffin yg tadi ditangannya sudah tinggal sedikit lagi. Dikunyahnya perlahan lahan, sambil dikuti dengan selukan kakao. Aku lihat begitu dinikmatinya, atau lebih cocok jika dikatakan nampak dia agak lapar.

Aku memberanikan diri membuka percakapan dengannya. Kutanya namanya. ”Jeg heter Paradis”. ”Jeg heter Cupu” kataku. Memperkenalkan nama adalah biasa saat kita berjumpa, hal ini memudahkan utk berkomunikasi, dari pada memanggil dengan sebutan bapak atau ibu, kakak atau adik. Sebutan ini tidak dipakai dalam keseharian di sini. Orang setua apapun kalau bukan orang tua atau dalam lingkungan hubungan famili tidak akan menyebutkan gelar gelar seperti itu. Paling dengan menyebut namanya saja.

”Mau kemana”. Tanyaku. ”ke oslo”, jawabnya pelan. ”Kalau begitu kita satu tujuan” kataku lagi. Dia hanya mengangguk. Ku lihat matanya lelah, biru dikelopak matanya menandakan dia tidak banyak tidur atau kelelahan yg sangat.
”Jika kamu lelah, tidurlah” kataku. Dia hanya menagangguk. Lalu aku ambil bacaan ku dalam tas, dan aku mulai membaca, dan membiarkan dia mulai menutup matanya utk tidur.

Perlahan kereta api menyusuri beberapa terowongan yg gelap, dan suara kereta yg awalnya nampak berisik, kini kunikmati sebagai suara musik yg mengiringi bacaanku. Menikmati suasana begitu tergantung dari apresiasi kita sendiri, khayalan dan keinginan untuk membuat semua menjadi hiburan. Sama halnya ketika hujan, tetesan air yg jatuh dilantai rumahku yg bocor, aku khayalkan sebagai suara detak jarum jarum, jam malam ditengah keheningan, menuliskan beberapa puisi dari tetes air hujan membuat penuh lembaran akhir buku puisiku bulan ini.

Tiba tiba badanku merasa berat, kulihat kepala gadis itu sudah menempel dipundakku. Dia sudah lelap tertidur, fikirku. Akh..biar saja, sayang di lelah kali, fikirku
Tapi aku tidak mendengar suara nafasnya...apakah dia ?? aku mulai curiga, karena kurasakan kepalanya terasa dingin di bahuku.

Aku beranikan diri untuk memanggilnya. ”Paradis!”, setelah beberapa kali aku menyadari ada yang tak beres. Lalu aku goyangkan badannya, ternyata dia tidak bergerak. Tak berfikir lama, aku teriak minta pertolongan. Tak lama datang kondektur menanyakan kepada ku apa yg terjadi. Lantas aku katakan keadaan gadis itu, dia tidak bergerak dan pingsan.
”Kontak medis” kataku. Lalu dengan hp-nya masinis itu mulai menghubungi yang kusebutkan. Tak lama datang kondektur dan masinis, kereta pun sudah berhenti. Aku tidak tau dimana.
----

Suara ambulan meraung raung ketika melewati rumah rumah disepanjang jalan. Kenderaan menyisih kesamping mendengar raungan ambulan. Kecepatan ambulan tidak aku perdulikan lagi, padahal aku sebenarnya takut dengan kendaraan kencang.

Aku di dalam ambulan itu juga, beberapa perawat mulai berusaha menyadarkan gadis ini. Mereka bilang dia sudah siuman, namun detak jantungnya sangat lemah. Mereka akan membawanya ke rumah sakit terdekat untuk medapatkan bantuan segera.

Kubaca pada papan nama rumah sakit. ”Kristiansand Sykehus”. Ternyata aku sudah di KRISTIANSAND, berarti perjalan ku sudah setengahnya menuju Oslo. Dari Kristiansand ke Oslo tinggal 4 jam lagi. Sementara aku masih kebingungan dengan apa yg terjadi. 
Ada apa dengan gadis ini..?

Kalut

Aku dipanggil oleh dokter untuk ikut dengannya ke kantor. Lorong lorong rumah sakit mengingatkanku 20 tahun yg lalu saat aku diinapkan karena sakit yg aku sendiri tidak tau apa. Dokter tidak pernah mengatakan kepada orang tuaku penyakit yg jelas. Yang pasti aku terdampar di rumah sakit hampir satu bulan lamanya. Setiap hari aku terima suntikan dan obat yg aku harus minum tiga kali sehari. Yg aku ingat suntikan itu utk penyakit typus, tapi sementara gejala gejala penyakit typus tidak ada padaku. Aneh memang ..tapi begitulah..apakah hanya sebagai terapi....atau sebagai bahan percobaan ..??

Dokter menyalami ku dengan memperkenalkan nama dan profesinya. Aku membalas dengan mengatakan namaku. Selanjutnya dia tanya tentang gadis tersebut, mengenai nama dan alamat serta hubungannya denganku. Aku ceritakan hal yg sebenarnya tentang perjalanku dan perkenalan ku dengan gadis itu.

Dokter meminta izin kepadaku setelah mendengarkan penjelasanku itu. Dokter itu kembali lagi tidak lama setelahnya.
Dokter menjelaskan padaku bahwa gadis itu lari dari rumah sakit. Dia adalah pasien dari rumah sakit di stavanger. Dia mengidap penyakit kanker otak. Dokter menjelaskan juga kepadaku bahwa rumah sakit tidak tahu alasan mengapa dia melarikan diri dari sana. Menurut dokter di stavanger umurnya tidak lama lagi dengan penyakitnya itu.
Aku terkejut mendengar penjelasan dokter itu. Dokter melihat keterkejutanku. Dia memintaku untuk tidak mengatakan apa apa pada gadis itu. Aku mengangguk menyetujuinya.
Setelah itu dokter memintaku untuk ikut dengannya ke ruangan tempat gadis itu dibaringkan.
---
Kritis

Ketika kumasuki kamarnya, kulihat paradis tergeletak di tempat tidur tanpa daya. Dia memandang ku, tanganya mengisyaratkan agar aku datang mendekatinya. Masker oksygen masih di mulutnya. Kulihat infus bergantungan di samping tempat tidur, satu selang kecil menghubungkan botol infus, mengalirkan tetesan tetesan melalui jarum di pergelangan tangannya. Masker oksigen dibuka, dia tersenyum. ”Takk” katanya lemah.

Dokter memeriksa beberapa saat keadaannya dan menanyakan beberapa pertanyaan, dan setelah itu dokter dan perawat itu pergi.
---

Aku tidak bisa menyembunyikan kerisauanku. Aku mencoba tersenyum semanis manisnya. Aku coba menenangkannya. ”Er du ok ? ”; Dia jawab ”ja”.
Aku katakan padanya agar dia tenang saja, aku akan menjaganya. Dia hanya mengangguk kecil. Dia memintaku untuk mendekatinya. Kupindahkan kursi ku lebih dekat dengan kepalanya. ”Kamu baik” katanya. ”Kamu tolong aku walau kamu tidak mengenalku”.
Aku hanya bilang ini adalah kewajiban sebagai manusia, dan agamaku mengajarkannya begitu. Dia bertanya kepadaku tentang agamaku. Lalu aku jawab bahwa aku seorang muslim.

Lantas dia bilang bahwa dia tidak mengakui siapa siapa, dia tidak memeluk agama apapun. Walau dia dengar ayahnya dulu adalah penganut kristen, namun mereka tidak aktif pada acara acara gereja. Pada akhirnya mereka mengikuti trend banyak org yg lebih tidak beragama daripada sibuk dengan urusan urusan agama.
---

Aku melihat matanya sayu dan menutup seperti hendak tidur. Namun bibirnya terbuka seakan mengisayaratkan sesuatu. Aku perhatikan dengan perasaan sedih, tapi tetap ku usahakan senyuman di bibirku agar dia tidak bertambah kuatir dengan keadaannya.

Dia bertanya kepadaku tentang kematian. Aku mencoba menjawab pertanyaannya bahwa kematian adalah sebuah pintu untuk memasuki dunia lain, yaitu alam kubur. Lantas dengan suara pelan sekali dia bertanya tentang masalah akhir dunia dan akhir manusia (kematian). Aku menjawab bahwa dunia ini suatu saat akan berakhir, seperti halnya manusia juga. Kematian adalah cara akhir manusia di dunia ini dan akan menjalani kehidupan lain setelah itu yg paling baik yaitu surga atau yang paling buruk yaitu neraka. 
”Aku tidak percaya paradis (surga)”; katanya. Lalu aku bilang padanya, namanya adalah paradis yg artinya surga sudah tentu pasti ada sesuatu dibalik nama itu.
Dia mengangguk dan mengatakan bahwa neneknya yg memberi nama itu. Dan dulu pernah neneknya menceritakan tentang paradis ketika masih kecil.

”Apakah aku akan masuk paradis?”; tanya dia. Aku terdiam sejenak untuk memberi jawabnya, karena aku tahu bahwa menurut agamaku orang musyrik tidak akan masuk surga. Karena ALLAH swt bis amemaafkan dosa apa saja kecuali menyekutukan tuhan (syirik). Aku menjawab bahwa semua tergantung kepada Allah swt orang masuk surga atau tidak, tetapi menurut kitab suci Alqur’an bahwa org musyrik tidak masuk surga.

Dia lantas bertanya kepadaku. ”Apakah jaminan bahwa aku akan masuk surga?”. Aku menjawab jaminannya adalah kamu mempercayai Allah swt adalah satu satunya tuhan yg patut disembah dan Muhammad saw adalah RasululNya. ”Hanya itu”; tanyanya. ”Ya. Hanya itu”; kataku. Dia tersenyum, senyum yg paling manis yg pernah aku lihat sejak itu.

Lantas dia memanggilku agar lebih dekat lagi, dia berbisik, ”Aku mau masuk surga, tolong beri aku garanti itu”. Lalu aku katakan padanya, ucapkanlah kata kata ini. Lalu aku menuntunnya mengucapkan kalimat ”Laaillaha illallah, Muhammad rasulullah”, dengan sangat perlahan, sehingga dia dapat mengikutinya. Dan dia mengucakannya dengan terbata bata ketika aku ulang berberapa kali dengan artinya juga.

Aku mengucapkan syukur yg tiada terkira, dan hampir saja aku menjerit mengucapkan ”Allahu akbar”, namun cepat aku sadari keadaan sekelilingku, bukan di tempat yg tepat.
---
Subhanallah

”Kemarilah, aku ingin kamu menguruskan aku, jika aku pergi”; kata katanya begitu lemah. Matanya tidak dapat tertahan terbuka, menutup dengan sendirinya, tetapi nafasnya masih satu persatu.
Melihat itu aku tekan tombol panggilan di dinding. Tak berapa lama datang dokter dan 2 orang perawat. Lalu secepatnya mereka membantu paradis dengan memasukkan selang oksigen ke dalam hidungnya, dan perawat menyuntikan obat di pergelangan tangannya.

Nafasnya mulai normal, dia melihatku dan meminta aku untuk tetap di sampingnya. Tangannya meraba raba meminta untuk dipegang. Lalu aku pegang tangannya, dingin semakin dingin. Dia mengatakan padaku ”Aku lari dari rumah sakit, aku ingin lari dari kematian”. ”Tetapi sejak sekarang aku tidak takut lagi”; suaranya begitu pelan.
Aku ucapkan kalimat ”Allah”, ”Allah” berulang kali di telinganya dengan lembut. Dia mengikutinya perlahan , perlahan dan akhirnya hilang.
---

Dokter masih disampingku memegang puls tangan paradis, dia menggeleng menatapku.
Tidak terasa butiran butiran air yang jarang sekali ku tumpahkan, kini tertumpah dengan deras di depan seorang saudari muslimku.
Semoga Allah swt memberikannya tempat yg terbaik. Bukankah janji Allah swt melalui Rasulullah saw bahwa jika akhir kalimatnya kalimat toybah maka ganjarannya adalah surga.
---
Akhir..

Aku mengurus semua pelaksanaan jenazahnya dari pengurusan di rumah sakit dan urusan kepolisian tentang surat kematiannya. Dalam 2 hari akhirnya aku dapatkan kepastian bahwa dia dapat dikuburkan di perkuburan muslim.

Semoga paradis mendapatkan tempat sesuai dengan namanya. Amin.
----

Kosa kata :
Takk = terima kasih
Vær så god = silahkan/ sama sama
Er = apakah / adakah (tobe dlm bhs Inggris)
Du = kamu
Jeg = saya
Heter = nama
God = baik
Tur = perjalanan



Qibla.. (tulis alamat anda)