Lampu masih belum lagi
menyala ketika masuk kantor hari ini. Ternyata memang belum ada satu orangpun
yang datang. Ku hidupkan lampu sentral dan masuk ke dalam bilik kerjaku, lalu
mengganti sepatuku dengan sepatu kantor. Komputer masih on sejak hari jumat, sengaja
tidak ku matikan.
Setelah meregister jam
masuk, aku pergi ke ruang printer yang masih gelap. Ku hidupkan lampunya dan ku
on kan printernya. Sambil ngecek apa masih ada kertas di tray-nya. Pergi ke
ruang printer lainnya, sama saja masih gelap lalu kelakukan hal yang sama.
Kakao jadi minuman
pagiku, tapi karena senin kebiasaanku berpuasa, maka cukup ngecek kalau kalau
ada yg bisa dibuat di ruang makan sekalian dapur. Koran hari jum’at masih
tergeletak di meja. Ku ambil dan ku masukkan dalam kotak pengumpulan surat
kabar bekas.
Ting tong ..ku dengar
suara bel. Bergegas aku pergi ke depan membuka pintu. ”Selamat pagi ” sapaku,
ternyata teman sebelah bilik kerjaku. ”Pagi , aku lupa bawa kuci” katanya. ”Oh
ya” kataku. Sambil tanya keadaanya, aku kembali ke bilik kerjaku lagi.
Tumpukan kertas survey
masih di meja. Sebagian sudah terconteng tandanya sudah di daftar dan sebagian
lagi belum. Rencananya hari ini harus sudah siap, semoga.
Jam pergerak berlahan
menuju angka 10, sebagian besar karyawan sudah masuk. Tiada yang istimewa
tetapi sedikit aneh, biasanya jam setengah 11 Tomi teman sekantor selalu
kelililing membawa ceret dengan kopi panas. Ini bukan perkerjaannya, tetapi ini
yg dilakukannya setiap hari.
”Kemana dia ...”, tanya
fikirku.
Ketika teman sebelah
bilik kerjaku lewat, sambil iseng kutanya. ”Kopi hari ini ngga datang ya?”.
Dia melihatku ”Tomi
sakit ” , katanya.
”Sakit apa”, tanyaku
”Belum pasti, tapi kata
dokter ada kemungkinan kanker otak”
”Dimana dia”; tanyaku.. ”Di rumah sakit”;jawabnya. Lalu dia pergi kembali
ke biliknya.
Aku ingat langkah
langkahnya ketika membawa ceret kopi, keliling ke semua bilik menawarkan kopi.
Dia bukan pelayan, karena kopi memang sudah tersedia di ruang makan sekalian
dapur itu. Dan dia tidak mendapat tambahan uang dengan apa yg dia lakukannya. Dia bukan pegawai biasa, dia adalah kepala projek bagian keuangan. Dilakukannya
ini hanya suka rela. Aku lihat ada kebahagiaan ketika dia berkeliling dengan
ceret kopi di tangan dan menawarkan kopi kepada teman teman sekantor.
Kebiasaannya itu membuat
orang merasa kehilangan ketika dia tidak masuk kantor. Bukan karena orang malas
ambil kopi di ruang makan, atau karena apa. Hanya karena sapaan ketika dia
menawarkan kopi dengan senyum khasnya dan candanya membuat suasana pagi jadi
lebih segar.
......
5 hari kemudian ketika
aku masuk ke kantor susana kantor sepi. ”Kemana orang orang ini ”, tanya
fikirku. Aku memang terlambat hari itu, biasa ketiduran. Maklum pertandingan
bola semalam sudah amat larut.
”Pagi !”, sapaku kepada
teman sebelah bilik kerjaku, ”Pagi”, jawabnya. ”Kamu udah dengar, ada kabar
menyedihkan hari inidi kantor kita”; katanya. ”Apa ?”; Tanyaku penuh harap,
agar dia memberitahukan segera. ”Tomi sudah tidak ada lagi diantara kita”,
suaranya tertahan. Aku terkejut bukan kepalang.”Meninggal!!”, Tak terbayangkan
bagaimana keaadaan ku saat itu. ”Iya semalam”; katanya lagi. ...Pantas kantor
begitu sepi...
Aku tidak bisa
mengucapkan ucapan yg sering ku ucuapkan ketika seorang muslim meninggal ,
karena dia bukan muslim. ”Sayang”, fikirku, seandainya..dia muslim...Oh...”;
Bisikku pelan.
---
Muncul dibenakku
bayangan itu, cerita kembali ke belakang ketika dia menanyakan kepadaku, kenapa
aku memakai topi putih (red ;haji) setiap hari. Aku hanya menjawab bahwa aku
suka. Dia bertanya apakah itu suatu yang diwajibkan sebagai seorang muslim. Aku
hanya menjawab bahwa ketika aku memakai topi itu ada perasaan yang menjaga dan
merasa dijaga untuk selalu hati hati dalam bertingkah laku. Aku jadi tidak
sembarangan berbuat semauku. Dia hanya mengangguk, ketika mendengar
penjelasanku.
Pada kali lain dia
bertanya tentang jilbab yang menurutnya itu suatu pemaksaan dan penindaasan
kepada wanita. Aku hanya menjawab dari sisi kebaikannya bahwa dengan jilbab
seorang wanita akan dikenal dan lebih terjaga dari gangguan, juga badannya akan
terjaga dari sinar matahari dan debu. Aku coba ambil contoh, jika kita beli
apel atau buah buahan, bahwa yang terbungkus lebih bersih dari yg terbuka.
Untuk menjawab argumentasinya tetang pemaksaan dan penindaasan, aku hanya
menjawab bahwa ini tergantung kebiasaan, jika diawali dari kecil lagi, maka
akan mudah dan tidak merasa keberatan untuk memakainya.
Ketika marak maraknya
pemberitaan tentang rekasi umat Islam tentang pembuatan dan pemuatan karton
Rasulullah saw oleh koran Denmark, dia juga minta tanggapannya padaku. Aku
hanya memberikan dia pandangan tentang respek dan penghormatan saja, bahwa
sebagai orang yang dihormati tidak sepantasnya dihinakan. Apalagi Rasulullah
saw adalah seorang Rasul yang sangat sangat dihormati dan dimuliakan oleh umat
Islam, jelasku. Aku memberikan contoh yg simpel saja bahwa jika orang tua kita
yg kita hormati dihina dan diejek, tentu kita akan tidak senang.
Ketika suatu saat dia
menunjukkan gambar di koran pagi, seorang yg dilempar batu hingga mati karena
berzina, dia menyebutkan itu tidak ber-pri kemanusiaan. Seperti biasa dia
bertanya pendapatku tentang bagaimana jika ada muslim yang melakukannya di
negaranya ini.
Aku menjelaskan padanya
bahwa hukum lempar batu (rajam) itu bukan sembarangan dan bukan segampang itu
dengan menghukum semaunya, semua harus berlandaskan hukum Islam.
Dimana jika di suatu
tempat diberlakukan hukum Islam, pemerintahannya harus memakai hukum Islam
sebagai hukum tertingginya yaitu Alqur’an dan Hadist, barulah hukum rajam itu
berlaku.
Sedang hukumannya
sendiri, hukum rajam itu tidak sembarangan saja, tetapi harus melalui proses
pengadilan dengan memenuhi syarat syarat jatuhnya hukuman itu, bukan sembarang
lempar saja.
Dia beragumentasi dengan
banyaknya hukum razam itu yg dilihatnya di TV dan berita beberapa negara yang
melakukan hukum rajam walau bukan negara yg tidak berlandaskan hukum Islam.
Aku hanya menjawab bahwa
itu lebih kepada masalah politis aja, atau mungkin maksudnya hanya ingin
menakuti nakuti saja, agar orang takut melakukannya. Aku tambahkan lagi bahwa
pada dasarnya tidak semudah itu menghukum rajam seseorang. Orang harus punya
saksi 4 orang yang dewasa dan dipercaya dan melihat orang tersebut melakukan
perzinahan dengan mata kepalanya sendiri.
Dia hanya mengangguk
angguk.
Aku hanya berharap dia
bisa mengerti..tetapi semua sudah terlambat, keinginannya yang besar telah
terputus oleh yang memutuskan antara anak dan ayah, suami dan istri, antara
dunia dan kemewahannya dan antara yang palsu dan kebenaran. Itulah kematian...
Aku teringat kisah
tentang jenazzah yang digotong ke perkuburan dan lewat di depan Rasulullah saw,
lalu Rasulullah saw berdiri. Sahabat mengatakan kepada Rasullullah saw bahwa
jenazah itu jenazah yahudi. Malah Rasulullah saw menangis dan mengatakan betapa
sayangnya jenazah ini atas keadaannya yang mati sebelum masuk Islam, sungguh
dia tidak selamat dan akan dimasukkan ke dalam neraka. nauzubillah min zalik.
......
Aku teringat lagi
senyumannya..dengan ceret kopi ditangan menawarkan kopi pada setiap orang, dari
bilik kerja yang satu ke bilik kerja yang lain. di kantorku. Namun waktu tidak
bisa komformi, maut datang tanpa bisa dihindari, diundurkan atau dimajukan,
dengan atau tanpa sebab. Halaman buku hidupnya sudah sampai di lembar terakhir,
saatnya ditutup.
Aku pergi ke dapur, ku
ambil ceret kopi dan pergi berkeliling menawarkan kopi pada teman teman
kerjaku. Mereka tersenyum, menyodorkan gelasnya. Kutuangkan kopi hingga
setengahnya. Mereka mengucapkan ”Terima kasih ”.
Aku tersenyum..
mengingat senyum Tomi dengan ceret kopi ditangannya. Aku ingin melanjutkan
kebiasaan baiknya.