16 Maret 2012

Catatan sahabat (kopi dan topi)


Lampu masih belum lagi menyala ketika masuk kantor hari ini. Ternyata memang belum ada satu orangpun yang datang. Ku hidupkan lampu sentral dan masuk ke dalam bilik kerjaku, lalu mengganti sepatuku dengan sepatu kantor. Komputer masih on sejak hari jumat, sengaja tidak ku matikan.
Setelah meregister jam masuk, aku pergi ke ruang printer yang masih gelap. Ku hidupkan lampunya dan ku on kan printernya. Sambil ngecek apa masih ada kertas di tray-nya. Pergi ke ruang printer lainnya, sama saja masih gelap lalu kelakukan hal yang sama.
Kakao jadi minuman pagiku, tapi karena senin kebiasaanku berpuasa, maka cukup ngecek kalau kalau ada yg bisa dibuat di ruang makan sekalian dapur. Koran hari jum’at masih tergeletak di meja. Ku ambil dan ku masukkan dalam kotak pengumpulan surat kabar bekas.

Ting tong ..ku dengar suara bel. Bergegas aku pergi ke depan membuka pintu. ”Selamat pagi ” sapaku, ternyata teman sebelah bilik kerjaku. ”Pagi , aku lupa bawa kuci” katanya. ”Oh ya” kataku. Sambil tanya keadaanya, aku kembali ke bilik kerjaku lagi.

Tumpukan kertas survey masih di meja. Sebagian sudah terconteng tandanya sudah di daftar dan sebagian lagi belum. Rencananya hari ini harus sudah siap, semoga.

Jam pergerak berlahan menuju angka 10, sebagian besar karyawan sudah masuk. Tiada yang istimewa tetapi sedikit aneh, biasanya jam setengah 11 Tomi teman sekantor selalu kelililing membawa ceret dengan kopi panas. Ini bukan perkerjaannya, tetapi ini yg dilakukannya setiap hari.
”Kemana dia ...”, tanya fikirku.
Ketika teman sebelah bilik kerjaku lewat, sambil iseng kutanya. ”Kopi hari ini ngga datang ya?”.
Dia melihatku ”Tomi sakit ” , katanya.
”Sakit apa”, tanyaku
”Belum pasti, tapi kata dokter ada kemungkinan kanker otak”
”Dimana dia”; tanyaku.. ”Di rumah sakit”;jawabnya. Lalu dia pergi kembali ke biliknya.

Aku ingat langkah langkahnya ketika membawa ceret kopi, keliling ke semua bilik menawarkan kopi. Dia bukan pelayan, karena kopi memang sudah tersedia di ruang makan sekalian dapur itu. Dan dia tidak mendapat tambahan uang dengan apa yg dia lakukannya. Dia bukan pegawai biasa, dia adalah kepala projek bagian keuangan. Dilakukannya ini hanya suka rela. Aku lihat ada kebahagiaan ketika dia berkeliling dengan ceret kopi di tangan dan menawarkan kopi kepada teman teman sekantor.

Kebiasaannya itu membuat orang merasa kehilangan ketika dia tidak masuk kantor. Bukan karena orang malas ambil kopi di ruang makan, atau karena apa. Hanya karena sapaan ketika dia menawarkan kopi dengan senyum khasnya dan candanya membuat suasana pagi jadi lebih segar.
......

5 hari kemudian ketika aku masuk ke kantor susana kantor sepi. ”Kemana orang orang ini ”, tanya fikirku. Aku memang terlambat hari itu, biasa ketiduran. Maklum pertandingan bola semalam sudah amat larut.

”Pagi !”, sapaku kepada teman sebelah bilik kerjaku, ”Pagi”, jawabnya. ”Kamu udah dengar, ada kabar menyedihkan hari inidi kantor kita”; katanya. ”Apa ?”; Tanyaku penuh harap, agar dia memberitahukan segera. ”Tomi sudah tidak ada lagi diantara kita”, suaranya tertahan. Aku terkejut bukan kepalang.”Meninggal!!”, Tak terbayangkan bagaimana keaadaan ku saat itu. ”Iya semalam”; katanya lagi. ...Pantas kantor begitu sepi...

Aku tidak bisa mengucapkan ucapan yg sering ku ucuapkan ketika seorang muslim meninggal , karena dia bukan muslim. ”Sayang”, fikirku, seandainya..dia muslim...Oh...”; Bisikku pelan.
---

Muncul dibenakku bayangan itu, cerita kembali ke belakang ketika dia menanyakan kepadaku, kenapa aku memakai topi putih (red ;haji) setiap hari. Aku hanya menjawab bahwa aku suka. Dia bertanya apakah itu suatu yang diwajibkan sebagai seorang muslim. Aku hanya menjawab bahwa ketika aku memakai topi itu ada perasaan yang menjaga dan merasa dijaga untuk selalu hati hati dalam bertingkah laku. Aku jadi tidak sembarangan berbuat semauku. Dia hanya mengangguk, ketika mendengar penjelasanku.

Pada kali lain dia bertanya tentang jilbab yang menurutnya itu suatu pemaksaan dan penindaasan kepada wanita. Aku hanya menjawab dari sisi kebaikannya bahwa dengan jilbab seorang wanita akan dikenal dan lebih terjaga dari gangguan, juga badannya akan terjaga dari sinar matahari dan debu. Aku coba ambil contoh, jika kita beli apel atau buah buahan, bahwa yang terbungkus lebih bersih dari yg terbuka. Untuk menjawab argumentasinya tetang pemaksaan dan penindaasan, aku hanya menjawab bahwa ini tergantung kebiasaan, jika diawali dari kecil lagi, maka akan mudah dan tidak merasa keberatan untuk memakainya.

Ketika marak maraknya pemberitaan tentang rekasi umat Islam tentang pembuatan dan pemuatan karton Rasulullah saw oleh koran Denmark, dia juga minta tanggapannya padaku. Aku hanya memberikan dia pandangan tentang respek dan penghormatan saja, bahwa sebagai orang yang dihormati tidak sepantasnya dihinakan. Apalagi Rasulullah saw adalah seorang Rasul yang sangat sangat dihormati dan dimuliakan oleh umat Islam, jelasku. Aku memberikan contoh yg simpel saja bahwa jika orang tua kita yg kita hormati dihina dan diejek, tentu kita akan tidak senang.

Ketika suatu saat dia menunjukkan gambar di koran pagi, seorang yg dilempar batu hingga mati karena berzina, dia menyebutkan itu tidak ber-pri kemanusiaan. Seperti biasa dia bertanya pendapatku tentang bagaimana jika ada muslim yang melakukannya di negaranya ini.
Aku menjelaskan padanya bahwa hukum lempar batu (rajam) itu bukan sembarangan dan bukan segampang itu dengan menghukum semaunya, semua harus berlandaskan hukum Islam.
Dimana jika di suatu tempat diberlakukan hukum Islam, pemerintahannya harus memakai hukum Islam sebagai hukum tertingginya yaitu Alqur’an dan Hadist, barulah hukum rajam itu berlaku.
Sedang hukumannya sendiri, hukum rajam itu tidak sembarangan saja, tetapi harus melalui proses pengadilan dengan memenuhi syarat syarat jatuhnya hukuman itu, bukan sembarang lempar saja.

Dia beragumentasi dengan banyaknya hukum razam itu yg dilihatnya di TV dan berita beberapa negara yang melakukan hukum rajam walau bukan negara yg tidak berlandaskan hukum Islam.
Aku hanya menjawab bahwa itu lebih kepada masalah politis aja, atau mungkin maksudnya hanya ingin menakuti nakuti saja, agar orang takut melakukannya. Aku tambahkan lagi bahwa pada dasarnya tidak semudah itu menghukum rajam seseorang. Orang harus punya saksi 4 orang yang dewasa dan dipercaya dan melihat orang tersebut melakukan perzinahan dengan mata kepalanya sendiri.
Dia hanya mengangguk angguk.
Aku hanya berharap dia bisa mengerti..tetapi semua sudah terlambat, keinginannya yang besar telah terputus oleh yang memutuskan antara anak dan ayah, suami dan istri, antara dunia dan kemewahannya dan antara yang palsu dan kebenaran. Itulah kematian...

Aku teringat kisah tentang jenazzah yang digotong ke perkuburan dan lewat di depan Rasulullah saw, lalu Rasulullah saw berdiri. Sahabat mengatakan kepada Rasullullah saw bahwa jenazah itu jenazah yahudi. Malah Rasulullah saw menangis dan mengatakan betapa sayangnya jenazah ini atas keadaannya yang mati sebelum masuk Islam, sungguh dia tidak selamat dan akan dimasukkan ke dalam neraka. nauzubillah min zalik.
......

Aku teringat lagi senyumannya..dengan ceret kopi ditangan menawarkan kopi pada setiap orang, dari bilik kerja yang satu ke bilik kerja yang lain. di kantorku. Namun waktu tidak bisa komformi, maut datang tanpa bisa dihindari, diundurkan atau dimajukan, dengan atau tanpa sebab. Halaman buku hidupnya sudah sampai di lembar terakhir, saatnya ditutup.

Aku pergi ke dapur, ku ambil ceret kopi dan pergi berkeliling menawarkan kopi pada teman teman kerjaku. Mereka tersenyum, menyodorkan gelasnya. Kutuangkan kopi hingga setengahnya. Mereka mengucapkan ”Terima kasih ”.
Aku tersenyum.. mengingat senyum Tomi dengan ceret kopi ditangannya. Aku ingin melanjutkan kebiasaan baiknya.
 --------


Qibla.. (tulis alamat anda)